Minggu, 14 Februari 2021

Homini Sensitivo


Sungguh tak dapat dinafikan, bahwa manusia dengan manusia lainnya itu saling membutuhkan, sudah jadi teori umum yang kita pelajari sejak SD. Satu hal yang tidak kita pelajari di bangku sekolah tapi kita akan ketahui saat kita semakin dewasa dan memahami sendiri, apakah itu?
Ya benar, bahwa manusia adalah makhluk yang sensitif terhadap apa yang terjadi dengan manusia lain nya. Ada saja reaksi orang orang terhadap sesuatu yang terjadi pada orang lain. Tentu saja dari reaksi itu ada yang positif dan ada yang negatif, ada yang mendukung ada yang menolak, ada yang iya dan ada yang tidak, ada yang sekedar cukup tau dan ada yang ingin lebih dalam tau, ada yang memeluk dan memukul, ada yang menenangkan adapula yang menambah beban. Sudah seperti reaksi asam dan basa ya ahahahaha, begitulah.
Pada waktunya nanti, kita akan menjadi orang yang menerima berbagai reaksi itu. Ketahuilah, hanya yang tulus saja yang mengerti kita, memahami kita, memeluk kita, menenangkan kita tanpa menghakimi. Bersyukur lah, kita masih memiliki nya.
Pada waktunya pula nanti, kita akan menjadi orang yang memberi reaksi. Percayalah, apapun yang kita anggap salah, tentu semua tidak serta Merta salah, apalagi kita sebagai orang yang bukan menjalani nya.
Banyak kemungkinan kemungkinan yang tidak kita ketahui, hanya saja si pelaku kehidupan tahu betul bagaimana menghadapi apa apa yang sedang dilaluinya, tanpa harus membuktikan ini dan itu atas anggapan kita, tanpa harus sindir ini sindir itu di media sosial.
Biarlah, mungkin luka telah dihadapinya, beri kepercayaan padanya bahwa ia bisa membentuk dirinya karna luka nya. Atau mungkin bahagia pernah dirasakannya, bukan kah syukur manusia juga berbeda beda?
Pada akhirnya, selama tidak merugikan kita dan orang banyak, maka tugas kita adalah merengkuh nya untuk lukanya, atau jika tak bisa tak mengapa, jangan pula menambah luka nya. Salam baik. Linbud

Jumat, 12 Februari 2021

Tentang rindu, dan yang tak lagi sama.

                                          


Aku menghirup wangi puisi, teriak elang
Begitu cepat ia berlalu melewati lintasan
Udara yang terjal oleh gumpal awan
Setelah jauk meliuk liuk tersesat di pematang
Berpuluh orang-orangan yang mengusir Pipit dan kaleng kaleng berisik

Aku menghirup wangi puisi, sayup angin
Yang risau menentukan kata bertujuan
Menjadi kincir, memutar mutar diri dan keputusan dan kegaduhan dan manusia

Aku menghirup wangi puisi, bisik puisi
Diantara gigil dan kerinduan dan demam, meracau dimanakah kiranya titik temu,
tempat peradaban cerita tawa dan peluk kita.
Tapi hangat mentari tak lagi sama. 🍂


Tulisan kecil tentang literasi

Saya jujur, adalah orang yg tiap kali ditanya apa hobinya, saya suka membaca dan menulis. Dari sejak kecil. Bukan bermaksud sok oke dan sok ...